Minggu, 06 Mei 2012

BBM, Ekspektasi Inflasi, dan Kesejahteraan Petani


BBM, Ekspektasi Inflasi, dan Kesejahteraan Petani
Bustanul Arifin
Sebagaimana diketahui, harga eceran bahan bakar minyak bersubsidi di dalam negeri tidak jadi naik pada awal April ini. Pemerintah bersama parlemen telah menyetujui besaran baru Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012 dengan defisit Rp 190 triliun (2,23 persen) jika kelak harga BBM jadi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter.
Keputusan politik yang diambil pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM kelak jadi dinaikkan.
Telah banyak bukti teoretis dan empiris bahwa ekspektasi yang lebih tinggi akan memengaruhi tingkah laku ekonomi yang menimbulkan tambahan-tambahan biaya baru. Dengan perkiraan inflasi naik, yang juga berarti menurunnya daya beli, masyarakat cenderung menanamkan modal pada investasi jangka panjang, seperti tanah dan properti. Perkiraan inflasi ini pun akan memperumit pengendalian harga, terutama pangan pokok, karena psikologi pasar sudah telanjur memiliki gambaran tidak stabil atau negatif.
Pengalaman empiris pada 2011 juga menunjukkan bahwa harga pangan dan kebutuhan pokok lain melonjak tinggi pada Juni-Agustus, terutama karena ekspektasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. Sepanjang Juli 2011 itu, harga beras kualitas murah sampai sedang telah naik melampaui 10 persen karena ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap kenaikan harga yang akan terjadi. Pada 2012 ini, laju inflasi diperkirakan naik juga pada rentang musim kemarau tersebut karena panen padi telah selesai. Hanya sejumlah kecil petani yang mampu melakukan penyimpanan untuk keperluan pada musim paceklik.
Pada Senin ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65 persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober. Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton. Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tampak masih jauh dari kenyataan.
Dampak kesejahteraan petani
Kalangan awam pun paham bahwa ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Ukuran yang paling kasar seperti nilai tukar petani pun telah menunjukkan kecenderungan memburuknya kesejahteraan petani. Nilai tukar petani kumulatif pada Februari 2012 tercatat 105,1 (turun 0,60 persen) dengan gambaran tidak baik diderita petani padi (turun 1,02 persen), nelayan (turun 0,39 persen), dan petani hortikultura (turun 0,23 persen).
Persoalan klasik di lapangan belum dapat ditanggulangi, seperti kenaikan harga faktor produksi pertanian, yaitu pupuk, pestisida, upah buruh, sewa lahan, dan lain-lain, karena akses yang tidak terlalu baik. Apalagi, dengan drama wacana kenaikan harga BBM satu-dua bulan terakhir, petani dan nelayan semakin sulit memperoleh bahan bakar sekadar untuk menyambung hidup karena spekulasi dan penimbunan yang marak terjadi. Tidak terlalu aneh walaupun laju inflasi nasional pada Februari 2012 tercatat 0,05 persen, laju inflasi di daerah pedesaan justru menembus 0,46 persen karena semua indeks kelompok pengeluaran naik.
Tidak perlu disebut lagi bahwa penguasaan lahan petani Indonesia sangat tidak merata karena sebanyak 53 persen dari 17,8 juta rumah tangga petani padi-palawija hanya menguasai lahan 0,5 hektar atau kurang. Petani skala kecil ini benar-benar menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan pengeluaran, apalagi jika harus menanggung tambahan beban kenaikan harga BBM yang berwujud dari biaya transportasi, biaya produksi, sampai pada kebutuhan sehari-hari.
Demikian pula dari 30 juta (12,5 persen) masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 19 juta di antaranya adalah penduduk pedesaan. Lebih memiriskan lagi, lebih dari 76 persen dari kelompok miskin ini sangat rentan terhadap kenaikan harga pangan, terutama beras. Artinya, peluang terjadinya kemiskinan baru sangat besar apabila masyarakat kecil ini memiliki ekspektasi laju inflasi yang cukup besar, terutama dari sektor pangan. Pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005 yang melonjakkan angka kemiskinan baru sampai 3 juta orang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar mempersiapkan penanganan dampak yang demikian masif.
Rencana strategi kompensasi dengan bantuan langsung sementara masyarakat sebesar Rp 150.000 per bulan mungkin menjadi hiburan secara politik, tetapi sangat jauh untuk menanggulangi dampak kesejahteraan yang ditimbulkannya. Artinya, pemerintah masih memiliki waktu yang cukup untuk secara serius menyempurnakan skema perlindungan yang memadai bagi petani, nelayan, dan kelompok miskin lain.
Pendapat saya :
Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah mungkin menjadi panduan secara administratif bagi Perum Bulog. Namun, tingkat kesejahteraan petani bukan persoalan administrasi belaka, melainkan persoalan hidup riil yang memerlukan langkah pemihakan dan perhatian yang memadai. Di sinilah sebenarnya harapan petani dan masyarakat banyak kepada penyelenggara negara di Indonesia.

referensi :
http://nasional.kompas.com/read/2012/04/02/03422023/BBM.Ekspektasi.Inflasi.dan.Kesejahteraan.Petani

mental petani dalam berbisnis

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampai saat ini, sektor pertanian menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh kabupaten di Jawa Timur memiliki serapan tenaga kerja di sektor pertanian melebihi 50% kecuali perkotaan. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya membangun pertanian dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani.
Bagian dari peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani adalah memoles pengetahuan dan bakat kewirausahaan petani agar dapat memiliki kreasi-kreasi yang lebih banyak dalam menjalankan bisnis pertanian, baik produk maupun komoditi. “Untuk produk merupakan hasil dari proses, sedangkan komoditi lebih dicari orang karena dapat dikomersilkan dan bisa mendunia,” ungkap Ir. Rahayu Relawati, M.M., dosen Agribisnis.
Ketidakcocokan perilaku petani dalam situasi membangun antara lain adalah nilai hakekat hidup sebagian petani yang menganggap hidup hanya untuk mencari makan, nilai hakekat waktu yang menganggap bahwa hidup hanya hari ini. Mereka hanya berpikir jalani hidup setiap hari, jangan berpikir zaman yang kita masih ada atau tidak.
Persepsi terhadap nilai uang yang salah karena menganggap uang adalah sumber masalah, dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan keyakinan pada peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan kerja keras. Akibat dari kekeliruan anutan nilai dan keyakinan menyebabkan kurangnya semangat bekerja keras dan bekerja cerdas yang berorientasi pada kesejahteraan masa depan.
Mengubah nilai-nilai yang dianut membutuhkan waktu, namun jika tidak pernah dimulai maka tidak aka nada kemungkinan untuk berubah. Untuk itu diperlukan usaha sadar dan terencana dengan baik untuk melaksanakan pencerahan agar para petani terus bergerak ke arah yang lebih mensejahterakan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagai contohnya yaitu akan kita bahs seorang petani yang mengalami masalah kesehatan mental menyerang dan membunuh satu anak dan tiga orang dewasa dengan sebuah kampak saat mereka melakukan perjalanan ke sebuah sekolah taman kanak-kanak di China, Rabu.

            enyerang berusia 30 tahun itu melakukan serangan mematikan tersebut di kota Gongyi di provinsi Henan, di China tengah, Rabu pagi sekali, kata pemerintah kota itu dalam sebuah pernyataan.

            a juga melukai dengan serius satu anak lainnya dan satu orang dewasa, dan sejak itu ia ditahan, kata pernyataan tersebut menambahkan. "Menurut beberapa warga setempat, tersangka Wang Hongbin memiliki sejarah sakit kesehatan mental." Sebuah laporan di laman berita setempat www.dahe.cn mengatakan korban-korban dewasa semuanya adalah orangtua yang akan membawa anak-anak mereka ke sekolah TK dekat tempat itu.

            eorang pegawai di TK Tongxing di Gongyi, yang tidak mau memberikan namanya, memastikan bahwa kedua anak itu adalah murid di lembaga tersebut. Ia menambahkan bahwa serangan itu tidak terjadi di prasekolah itu sendiri, tapi di jalanan. Ia menolak mengomentari lebih lanjut dan meletakkan teleponya. Insiden itu adalah yang terakhir dalam serangkaian serangan kekerasan yang melibatkan anak-anak yang telah memaksa pemerintah untuk meningkatkan keamanan di sekitar sekolah dan TK di China.

            ada akhir Agustus, delapan anak terluka ketika seorang anggota staf di sebuah pusat perawatan untuk anak-anak pekerja imigran di Shanghai melakukan serangkaian serangan.


Wanita pekerja itu menggunakan sebuah pemotong untuk melukai anak-anak berusia tiga dan empat tahun di sebuah tempat anak-anak "Little Happiness Star" di pinggiran timur sebuah kota metropolis China, menurut laporan berita setempat. Tersangka dalam kasus itu juga diperkirakan menderita masalah kesehatan mental.

            ahun lalu, sedikitnya lima serangan besar terjadi di sekolah-sekolah di China, yang menewaskan 17 orang -- termasuk 15 anak -- dan melukai lebih dari 80 orang. Dua dari penyerang telah dieksekusi dan dua lainnya melakukan bunuh diri. Tersangka dalam seragan kelima dijatuhi hukuman mati pada Juni 2010.

            eberapa pakar mengatakan bahwa serangan itu menunjukkan bahwa China telah membayar harga karena memusatkan pada pertumbuhan ekonomi sementara mengabaikan masalah yang terkait dengan perubahan sosial yang cepat.

            enelitian-penelitian melukiskan peningkatan dalam prevalensi kekacauan mental di China, beberapa terkait dengan stres saat masyarakat menjadi melangkah lebih cepat dan sistem dukungan sosial melemah. (Ant)
BAB III
PENUTUP
Petani dapat berbisnis dan tidak , jika tidak seperti di china mengalami gangguan ( streess ).
Refrensi :
internasional.tvonenews.tv/.../alami_gangguan_mental_petani_di_cin.



Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.

            Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.

            kempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

            enfertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

Azas dan tujuan
AsasPelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
TujuanUndang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Kegiatan yang dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya

Perjanjian yang dilarang
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.

            sbagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . 
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :

– Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.

Hal-hal yang dikecualikan
 dalam UU anti monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU)

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Sanksi

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, 

UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
            atran ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Referensi :

edwinpatimoeraya.blogspot.com/.../anti-monopoli-dan-persaingan-us...

perlindungan konsumen

PERLINDUNGAN KONSUMEN
Konsumen setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[1] Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau distributor.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
  6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, d`n keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
  1. Asas manfaat
    Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
  2. Asas keadilan
    Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
  3. Asas keseimbangan
    Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
  4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
    Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  5. Asas kepastian hukum
    Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

Hak dan Kewajiban Konsumen

Untuk melindungi hal tersebut, penting kiranya para konsumen memahami hak-hak yang dimiliki demi mendapatkan perlindungan akan barang dan/jasa yang dikonsumsinya. Berikut hak-hak yang dimiliki para konsumen:
1.       Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
2.       Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3.       Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan/atau jasa
4.       Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
5.       Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
6.       Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
8.       Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal berikut ini:
1.       Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2.       Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3.       Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4.       Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
Hak dan Kewajiban bagi pelaku usaha
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatanmengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan; 

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaianhukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwakerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.

Kewajiban Pelaku Usaha

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
 perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak 
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasayang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
 barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
 penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;


 
 Tanggung Jawab dan Ganti Kerugian

Hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen yang seringterjadi, hanya sebatas kesepakatan lisan mengenai harga barang dan atau jasatanpa diikuti dan ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yangditandatangani oleh para pihak.
 Suatu perjanjian menurut Pasal 1313 KUH

Hak Kekayaan Intelektual (HKI)


Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

            Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. stilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Pada tahun 1793 fichte mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Hak kekayaan intelektual mempunyai prinsip , yaitu sebagai berikut :Prinsip – prinsip
  • Hak Kekayaan Intelektual :
1. Prinsip ekonomi
2. Prinsip keadilan
3. Prinsip kebudayaan
4. Prinsip social
Pengertian dari prinsip ekonomi adalah sebagai berikut :
1. Prinsip ekonomi,
yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip keadilan.
Prinsip keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3. Prinsip kebudayaan.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
4. . Prinsip social.
Prinsip social ( mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara ), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
            Sedangkan  berdasarkan WIPO klasifikasi haki atau hak kekayaan intelektual dapat dibagi 2 yaitu ak cipta ( copyright ) , dan hak kekayaan industry (industrial property right)
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi
a. Paten
b. Merek
c. Varietas tanaman
d. Rahasia dagang
e. Desain industry
f. Desain tata letak sirkuit terpadu

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Pengaturan hukum terdapat hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam :
1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
3. Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
4. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
6. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.


Referensi :
id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual

Kamis, 03 Mei 2012

keberadaan koperasi dan KUD di desa


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
            Berbagai macam koperasi didirikan, ada koperasi pegawai negeri atau swasta, koperasi pelajar, koperasi pedagang, nelayan, petani, masyarakat umum, dan lain-lain. Begitu banyaknya koperasi didirikan sehingga memberi peluang bergeraknya perekonomian nasional.
            UNIT usaha yang dikelola koperasi juga berbagai macam, tidak terbatas pada usaha simpan pinjam saja. Koperasi yang biasanya bergerak pada unit usaha simpan pinjam (kredit), koperasi konsumsi barang, atau koperasi yang memproduksi barang dan jasa ikut menggerakkan roda perekonomian. Bergeraknya peredaran uang dalam sistem usaha koperasi juga ikut menghidupkan geliat perekonomian
            KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963, pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi. Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta, yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.

BAB II
PEMBAHASAN
Pengelolaan Koperasi di Indonesia
Koperasi  merupakan badan usaha yang unik yang telah diatur dalam ketentuan undang-undang koperasi beserta penjelasannya. Koperasi dapat berjalan lancar dengan kerja sama dari semua komponen. Sebagaimana halnya badan usaha lain, koperasi tunduk pula pada prinsip-prinsip manajemen yang diakui secara umum. Pengelolaan koperasi harus mampu menggabungkan prinsip kerja sama untuk menolong dirinya sendiri maupun kebutuhan sosial (masyarakat pada umumnya) dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan menerapkan prinsip manajemen.
Pengelolaan koperasi sebagai badan usaha yang bergerak di bidang ekonomi tidak boleh mengabaikan keuntungan. Oleh karena itu, SHU juga merupakan satu alat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota, selain kemampuan pelayanan, keterampilan administrasi dan penerapan prinsip-prinsip manajemen.
Wewenang dan tanggung jawab alat-alat kelengkapan merupakan kunci keberhasilan pengelolaan koperasi. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari pengurus dapat dibantu dan mengangkat seorang manajer. Manajer koperasi adalah pimpinan yang bertanggung jawab terhadap jalannya usaha koperasi dalam proses penggunaan sumber daya yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Manajer diangkat dan diberhentikan oleh pengurus.
Pengelolaan koperasi sangatlah rumit. Pengelolaan koperasi harus diikuti dengan perencanaan dan pengamanan koperasi dari faktor eksternal yang dapat mempengaruhi jalannya koperasi. Faktor internal yaitu rapat anggota, pengurus (manajer), pengawas, dan jumlah anggota serta SHU dan cadangan modal. Faktor eksternal terdiri dari kondisi ekonomi nasional, masyarakat sekitar, perkembangan koperasi dilingkungan sekitar, tingkat ekonomi anggota, dan peranan pemerintah.
Prinsip Dasar Keberadaan Koperasi di Indonesia
Dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya tercantum dasar demokrasi ekonomi dan secara eksplisit disebutkan tujuan dari sistem perekonomian Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut diakui ada tiga sektor yaitu sektor negara, koperasi, dan swasta.
Demokrasi ekonomi di Indonesia adalah sistem ekonomi yang memberi hak hidup dalam batas-batas tertentu pada usaha-usaha koperasi, negara, dan swasta demi tercapainya keadilan dan  kemakmuran masyarakat. Demokrasi ekonomi di Indonesia menjamin dan mengembangkan keselarasan dan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum.
Badan usaha yang sesuai dengan pasal 33 ayat 1 UUD 1945 adalah koperasi. Dari sumber tersebut jelaslah bahwa untuk mencapai tujuan perekonomian nasional perlu dipupuk dan ditimbuhkan iklim kerja sama antar ketiga sektor ekonomi yang dilandasi semangat kebersamaan berdasarkan asas kekeluargaan. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan iklim tersebut wajarlah apabila koperasi sebagai salah satu bentu usaha yang perlu dikembangkan ditengah-tengah masyarakat karena badan usaha kopersi inilah yang paling sesuai dengan iklim yang ingin ditumbuhkembangkan oleh sistem perekonomian Indonesia.
Dengan wadah koperasi, masyarakat yang termasuk golongan ekonomi lemah yang merupakan bagian terbesar dari penduduk di negara Indonesia dapat berperan serta dalam perekonomian dan dapat meningkatkan harkat dan kesejahteraan hidupnya secara maksimal.   Koperasi harus diberi ruang gerak seluas-luasnya, baik dibidang distribusi, produksi jasa untuk usaha besar, menengah dan  Pemerintah memberikan pembinaan pelindungan dan fasilitas selama koperasi belum mandiri.  Berusaha meningkatkan organisasi koperasi secara mandiri. Sebagai wadah ekonomi yang berfungsi sebagai alat demokrasi ekonomi rakyat. Setiap pembentukan koperasi harus atas dasar kepentingan anggota.   Penggunaan kredit/ pinjaman secara berhasil guna, serta menjunjung pertumbuhan koperasi tanpa mengutamakan keuntungan dengan mengorbankan kepentingan negara.
KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963, pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi. Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta, yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.
Contoh dari KUD yang di bidang pertanian yaitu
1.   KUD Getasan

KUD Getasan beralamat di Dusun Pendingan, Desa Sumagawe, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah Koperasi ini mulai berdiri pada tanggal 12 Juni 1974 dengan no badan hukum 8724/BH/VI/1975/tanggal 6 Januari 1975. Pada tahun 1990 merupakan tahun mandiri koperasi ini. Latar belakang berdirinya koperasi ini adalah adanya kurangnya koordinasi dalam menghimpun produk susu yang dihasilkan dari peternakan sapi perah  yang banyak terdapat di kecamatan Getasan.

Adapun pendiri KUD Getasan adalah 5 orang yang mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda yaitu
  Margono (Pegawai Pemb. Masyarakat Desa)
  Sastro Miharjo (Tani)
  Soekimin (Pegawai kecamata
 Buhadi (Pedagang)
 Sunardi (Kepala Desa Getasan)

Wilayah kerja meliputi 13 desa di kecamatan Getasan yaitu desa Getasan, Desa Wates, Desa Kopeng, Desa Batur, Desa Tajuk, Desa Samirono, Desa Jetak, Desa Sumogawe, Desa Polobogo, Desa Manggihan, Desa Ngrawan, Desa Nogosaren dan Desa Tolokan.

Kepengurusan KUD Getasan  dari periode 1999 – 2003 adalah sebagai berikut:

Ketua Umum                : Mustiyo Darmin          berasal dari Desa Sumogawe

Sekretaris                    : Sri Utami S                 berasal dari Desa Getasan

Bendahara                   : Widodo                      berasal dari Desa Sumogawe

Dengan jumlah manager 1 orang dan karyawan 25 orang

Reorganisasi terjadi akhir tahun 2003, pengurus KUD Getasan mengalami perubahan yaitu ketua umum diganti menjadi ketua I dan Ketua II dengan susunan kepengurusan periode 2004 – 2008 adalah sebagai berikut:

Ketua I                        : Joko Hariyanto

Ketua II                       : Mulyono HP

Sekretaris                    : Sri Utami Sukarnawati

Bendahara                   : Suko Hartono

Pembantu Umum          : Suwar

Dengan jumlah manager tetap 1 orang, tetapi untuk karyawan menjadi 29 orang.

KUD Getasan mempunyai badan pengawas dengan masa jabatan 3 tahun. Badan pengawas bertugas untuk mengawasi dan memberikan pertimbangan – pertimbangan dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk masa jabatan tahun 2004 – 2006 Badan pengawas terdiri dari 3 orang yaitu

    Sarjono (Ketua)
    Marsan (anggota)
    Karmin (anggota)

Keanggotaan KUD Getasan bersifat terbuka dan dari tahun ke tahun mengalami  peningkatan. Berikut ini adalah tabel tentang jumlah anggota KUD Getasan dari tahun ke tahun.

Tabel 1.1 Jumlah anggota KUD Getasan
Tahun Anggota
Pasif    Aktif
1999    1654    127
2000    1656    132
2001    1659    139
2002    2025    141
2003    2025    199

Sumber: Data Sekunder

Koperasi Unit Desa Getasan mempunyai bidang usaha yang bermacam-macam yang menangani permasalahan yang ada di Kecamatan Getasan mengenai sapi perah. Bidang Usaha tersebut adalah: Bidang Usaha Persusuan, Bidang Usaha Makanan Ternak, Bidang Usaha Listrik, Bidang Usaha Simpan Pinjam, Bidang Usaha Listrik Gangguan, Bidang Usaha Inseminasi Buatan (IB).

Karyawan KUD Getasan sejumlah 24 orang terdiri dari administrasi atau karyawan teknis. Karyawan tersebut adalah sebagai berikut:

    Manager                : Sri Wahyuni, SE
    Kasir                     : Harnani
    Juru Buku : Nurwati D.M
    KUT +BBM          : Setyowati H
    Unit KSP               : Sutaryoko
    Unit Listrik : Nurul Isnaini
    Unit Susu               : Sunardi, Joko Siswoyo, Rukiman, Sukamdi,    Suwandi, Paryono, Rasidin, Edi Rarbowo, Subadi
        Unit PMT              : Marsudi, Supriyanto
        Unit S/P                 : Retno H.P

10.  Unit Gangguan       : Sri Widodo, Harmin, Muhadi

11.  Suyanto                 : Pesuruh

12.  Unit IB                  : Pasmin, Andreas

Rapat Anggota Tahunan KUD Getasan terakhir dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 30 Maret 2005, bertempat di gedung pertemuan KUD Getasan.  Peserta rapat terdiri dari anggota, pengurus, tamu undangan dan badan pengawas KUD Getasan. RAT bermaksud untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengurus KUD Getasan tentang pelaksanaan kerja tahun buku 2004. RAT ini bertujuan dan penyampaian rencana kerja pengurus KUD Getasan tahun 2005 dan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja KUD Getasan tahun 2005.

Bidang Permodalan KUD Getasan terdiri atas dua sumber modal yaitu modal sendiri yang meliputi : simpanan pokok , simpanan wajib , simpanan sukarela dan cadangan.  Modal dari luar berupa hutang jangka panjang dan hutang jangka pendek.
Bahwa kondisi koperasi di getasan sangat baik juga memadai , mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat menguntungkan .
BAB III
PENUTUP
Bahwa koperasi ini merupakan koperasi yang baik untuk di contoh .

Referensi :