BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pada saat ini masih banyak orang
yang masih terkecoh dengan label halal yang ditampilkan oleh produsen usaha
makanan, tulisan halal membuat orang yakin bahwa makanan yang mereka konsumsi
sudah jelas kehalalannya. Jangan kan konsumen, produsen pun kadang tidak tau
memilih produk mana yang sudah halal
ataupun tidak halal, dan masih ada yg
berpikir kalau terdapat tulisan arab di kemasan produk tersebut pasti
halal. Padahal tulisan arab tersebut hanya menjelaskan tentang komposisi
makanan yang terkandung didalamnya.
Jadi tulisan halal yang mengatakan produk tersebut halal juga tidak menjamin ? sungguh hal inilah yang membuat pro dan kontra timbul dikalangan produsen, sejak akan dibahas nya RUU halal. Sertfikat halal mereka anggap akan menambah biaya, sehingga membuat nilai produk akan tinggi. dilema tentunya bagi pengusaha juga para umat islam atau muslim, jadi bagi kalangan pengusaha dan para umat muslim, ketika konsumen juga paham dan mengerti bahwa label halal yang sah menjamin kehalalan produk harga lebih mahal sedikit tentu tidak jadi masalah, konsumen akan tetap berupaya membeli lebih untuk sebuah keamanan dan kenyamanan dalam mengonsumsi makanan tersebut.
Jadi tulisan halal yang mengatakan produk tersebut halal juga tidak menjamin ? sungguh hal inilah yang membuat pro dan kontra timbul dikalangan produsen, sejak akan dibahas nya RUU halal. Sertfikat halal mereka anggap akan menambah biaya, sehingga membuat nilai produk akan tinggi. dilema tentunya bagi pengusaha juga para umat islam atau muslim, jadi bagi kalangan pengusaha dan para umat muslim, ketika konsumen juga paham dan mengerti bahwa label halal yang sah menjamin kehalalan produk harga lebih mahal sedikit tentu tidak jadi masalah, konsumen akan tetap berupaya membeli lebih untuk sebuah keamanan dan kenyamanan dalam mengonsumsi makanan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Halal (حلال, halāl, halaal)
adalah istilah bahasa Arab dalam agama Islam
yang berarti "diizinkan" atau "boleh". Istilah ini dalam
kosakata sehari-hari lebih sering digunakan untuk merujuk kepada makanan dan minuman yang
diizinkan untuk dikonsumsi menurut dalam Islam. Sedangkan
dalam konteks yang lebih luas istilah halal merujuk kepada segala
sesuatu yang diizinkan menurut hukum Islam
(aktivitas, tingkah laku, cara berpakaian dll). Di Indonesia,
sertifikasi kehalalan produk pangan ditangani oleh Majelis Ulama Indonesia–secara spesifik Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.
Contohnya
dalam sebuah produk makanan mencantumkan logo halal secara mencolok. Tetapi
setelah dilakukan klarifikasi, produk tersebut belum mendapatkan sertifikat
halal dari siapapun. Tidak ada kejelasan, apakah ia benar-benar halal atau
tidak. Masyarakat yang peduli halal dan hanya melihat kemasan luarnya akan
tertipu karena menganggapnya sebagai produk halal.Hal tersebut terjadi karena
kita belum menerapkan logo halal standar yang berlaku bagi produk-produk yang
telah bersertifikat halal. Di pasaran produsen dapat dengan sesuka hati
mencantumkan logo halal dengan berbagai bentuk. Ada yang berbentuk bulat, ada
yang datar, ada yang bertuliskan huruf Arab, ada pula yang bertuliskan huruf
latin. Selama tidak ada sturan main tentang label dan logo halal standar,
memang tidak ada yang bisa disalahkan. Semuanya benar menurut aturan pelabelan
di Indonesia. Tetapi dengan tiadanya logo standar tersebut, konsumenlah yang
dirugikan. Mereka sulit membedakan produk mana yang telah bersertifikat halal
dan mana yang tidak.
Di beberapa negara, logo standar ini
telah diterapkan dengan baik. Di Malaysia misalnya, mereka punya logo halal
khas sebagai tanda bahwa suatu produk telah disertifikasi oleh Jabatan Kemajuan
Islam Malaysia. Logo Halal Malaysia itu berbentuk bulat dengan bingkai segi
enam, serta tulisan halal dan tulisan Malaysia. Produk yang memasang logo itu
berarti sudah dijamin kehalalannya oleh JAKIM. Masyarakat dapat membedakannya
dengan mudah.
Secara hukum produsen dan konsumen
merasa terlindungi dengan logo halal standar tersebut. Hanya produsen yang
benar-benar halal (disertifikasi oleh lembaga yang berwenang) saja yang berhak
menggunakan logo itu. Siapapun yang menggunakan logo tanpa sepengetahuan
lembaga yang berwenang bisa dituntut secara hukum. Pengusaha yang benar-benar
berproduksi secara halal akan merasa aman dan terlindungi oleh logo tersebut.
Sebaliknya perusahaan yang nakal tidak bisa berbuat seenaknya dengan
mencantumkan logo tersebut, karena akan berhadapan dengan hukum. Konsumen juga
menjadi semakin nyaman dan mudah dalam memilih produk-produk yang halal. Mereka
tidak harus melihat daftar produk bersertifikat halal, karena dengan mudah
dapat dilihat pada kemasan. Makanan dengan logo halal standar menunjukkan
kepastian kehalalan yang dijamin oleh lembaga sertifikasi yang sah.
Pemberlakuan logo halal standar ini
juga terjadi di beberapa negara lain, seperti Singapura, Thailand, Philipina,
Amerika dan lain-lain. Logo halal ini terkait erat dengan lembaga yang
mengeluarkan sertifikat halal. Seperti Islamic Food and Nutritious Council of
America (IFANCA) yang mengeluarkan sertifikat halal di kawasan Amerika Utara,
mensyaratkan logo "croissant M" sebagai tanda bahwa produk tersebut
telah disertifikasi. Demikian juga dengan Halal Food and Feed Foundation (HFFF)
dari Belanda yang mensyaratkan logo halal dengan gambar khas menyerupai bukit
dengan bulan sabit dan tulisan halal pada produk-produk yang disertifikasinya.
Dengan demikian dengan sekali lihat,
konsumen akan lebih mudah mengenali produk-produk yang disertifikasi halal
tersebut. Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, rupanya belum
bisa menerapkan logo standar yang berlaku secara nasional.
LPPOM MUI bersama Komisi Fatwa MUI sebagai
satu-satunya lembaga sertifikasi halal di Indonesia sudah mengusulkan
pemberlakuan logo halal standar sejak beberapa tahun yang lalu. Logo tersebut
dengan mencantumkan lambang MUI sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat
halal. Entah mengapa, usulan tersebut belum bisa diberlakukan secara nasional.
Izin pencantuman label makanan memang tidak dimiliki oleh MUI.
Lembaga nonpemerintah ini hanya sampai kepada
sertifikat halal. Secara teknis, izin tersebut sampai saat ini masih ditangani
oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Kebijakan yang masih berlaku
saat ini dalam pencantuman logo halal adalah diberikan kebebasan kepada pihak
produsen untuk mendisain sendiri logo halal yang ingin dipasangnya. Tidak ada
kewajiban untuk menggunakan logo yang sama dan standar. Jika sudah ada beberapa
produsen yang menggunakan logo halal MUI, dengan mencantumkan nomor
sertifikatnya, itu adalah semata-mata inisiatif dari pihak produsen sendiri.
Kalangan konsumen sendiri sebenarnya sangat menginginkan adanya logo halal
standar ini.
Nur Bowo dari Yayasan Halal Watch
menekankan perlunya sesegera mungkin pemberlakuan logo halal standar yang
berlaku secara nasional. "Sehingga kami tidak harus membawa daftar produk
bersertifikat halal setiap kali belanja, melainkan cukup melihat logo halal
standar tersebut, sehingga lebih mudah," ujarnya. Selama ini konsumen
merasa kesulitan dalam memilih produk bersertifikat halal, karena logo halal
yang dimiliki produsen tidak seragam. Bahkan ada juga produk yang mencantumkan
logo halal tanpa sertifikat halal. BPOM sendiri, melalui Sukiman Umar Said,
Direktur Inspeksi Dan Sertifikasi Pangan juga menganjurkan agar segera
diberlakukannya logo halal standar ini. Karena pada dasarnya BPOM sendiri juga
ikut dimudahkan dalam pengawasan di lapangan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas
tentang arti halal juga aspek tulisan halal dalam segi ekinomi , kita dapat
mengetahui bahwa kata halal itu sendiri penting .dalam mengonsumsi makannan yang halal juga bagi
ekonomi kita masing-masing. Dan dari penjelasan di atas kita bisa lebih
berhati-hati dalam memilih makanan.
REFERENSI :
forumhalal.wordpress.com/2011/10/11/dibalik-label-halal/
http://id.wikipedia.org/wiki/Halal
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/08/12/18/21235-saatnya-logo-halal-standar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar